Di era ketika teknologi berkembang pesat dan kecerdasan buatan mulai memasuki hampir setiap lini kehidupan, dunia mainan anak-anak pun ikut bertransformasi. Boneka, plushie, hingga robot interaktif kini tak lagi sekadar benda pasif yang menemani waktu bermain; mereka bisa mendengarkan, merespons, dan berbicara secara real-time, layaknya seorang teman.
Namun, di balik inovasi ini, muncul pertanyaan kritis:
Apakah mainan anak berbasis AI benar-benar aman?
Pertanyaan ini semakin relevan setelah salah satu mainan AI populer, Kumma Bear dari perusahaan Singapura FoloToy, menuai kontroversi serius. Insiden percakapan tidak pantas yang dihasilkan oleh boneka tersebut memicu diskusi global tentang batasan, risiko, dan etika penggunaan AI dalam mainan anak-anak.
Artikel ini mengulas lebih dalam fenomena mainan AI, manfaat dan bahayanya, serta apa yang harus diperhatikan orang tua saat memilih mainan serupa di pasaran.

Selama beberapa dekade terakhir, boneka beruang selalu menjadi simbol kehangatan dan kenyamanan bagi anak-anak. Tapi generasi terbaru boneka seperti Kumma Bear berbeda jauh dari boneka tradisional seperti Teddy Ruxpin yang dahulu hanya memutar cerita dari kaset.
Kumma Bear dilengkapi:
Dengan teknologi ini, boneka dapat merespons berbagai pertanyaan anak secara spontan — mulai dari cerita, teka-teki, hingga percakapan personal. Namun di sinilah masalah mulai muncul.
Dalam laporan yang dirilis pada November 2025 oleh U.S. PIRG Education Fund, para peneliti menemukan bahwa Kumma Bear:
Temuan tersebut membuat OpenAI menangguhkan akses FoloToy karena melanggar kebijakan yang melarang penggunaan model untuk mengeksploitasi anak atau memberikan konten berbahaya.
CEO FoloToy, Larry Wang, menyatakan kepada CNN bahwa perusahaan menarik produk tersebut dari situs resmi dan menjalankan audit keselamatan internal. Namun beberapa hari kemudian, melalui X (Twitter), FoloToy mengumumkan bahwa Kumma Bear telah kembali tersedia setelah “pengujian ulang dan penguatan modul keamanan”.
Sumber:
Perkembangan teknologi mainan AI membuat batas antara bermain dan belajar semakin tipis. Mainan tidak lagi bergantung pada skrip yang telah diprogram, melainkan dapat menghasilkan respons spontan seperti manusia.
Dengan teknologi tersebut, beberapa mainan AI populer dapat:
Beberapa contoh mainan AI global:
Kemampuan mereka memang mencengangkan — tetapi justru membuka potensi risiko yang belum sepenuhnya dipahami masyarakat.

Meskipun menjanjikan, mainan AI yang memproses ucapan anak secara real-time menggunakan LLM masih rentan terhadap sejumlah risiko yang patut diwaspadai.
Sebagaimana terjadi pada Kumma Bear, model AI dapat:
LLM dirancang untuk kreatif dan luas dalam memberi jawaban, yang ideal bagi orang dewasa — tetapi berpotensi membahayakan anak-anak.
Menurut Prof. Subodha Kumar (Temple University), mainan yang menggunakan LLM penuh tanpa pembatasan jelas sangat rentan terhadap respons yang sulit dikontrol.
Mainan AI yang ramah, selalu responsif, dan memanggil anak dengan nama mereka dapat membentuk attachment yang terlalu kuat. Pada usia dini, ini dapat memengaruhi cara anak berinteraksi dengan teman atau keluarga.
Inilah aspek yang paling sering diabaikan orang tua.
Mainan AI modern mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan data seperti:
Menurut Azhelle Wade, pendiri The Toy Coach, risiko kebocoran data sangat besar. Jika terjadi hack atau breach, informasi anak yang sensitif bisa bocor dan disalahgunakan.
Ia menyebut mainan AI sebagai:
“Serigala berbulu domba. Kita tidak pernah benar-benar tahu data apa yang disimpan.”
Beberapa mainan memang memiliki:
Namun, sebagian lain — terutama dari produsen kecil — tidak memiliki pengawasan kualitas yang cukup.
Contohnya, plushie Curio Grok dilaporkan masih bisa memberikan informasi tentang benda berbahaya jika dipaksa dalam percakapan.
Tidak selalu. Banyak produsen telah mengembangkan sistem keamanan yang lebih matang.
Contoh: Miko 3 memiliki fitur remote control, telekonferensi, dan real-time monitoring.
Ini membuat konten lebih terarah dan aman.
Menurut laporan MIT Technology Review, terdapat lebih dari 1.500 perusahaan mainan AI di China — angka yang tumbuh cepat dalam lima tahun terakhir. Banyak di antara mereka sudah menjual ke pasar AS, Eropa, dan Asia Tenggara.
Bahkan perusahaan besar seperti Mattel (pembuat Barbie) telah bermitra dengan OpenAI sejak Juni 2025.
Namun, regulasi terkait:
masih sangat terbatas di banyak negara, termasuk Indonesia.
Dengan pasar global yang semakin besar, kebutuhan akan regulasi yang lebih ketat dan transparan menjadi sangat mendesak.
Walau memiliki banyak risiko, mainan AI sebenarnya dapat memberikan manfaat yang signifikan jika dilengkapi pengawasan orang tua.
AI dapat:
Konten edukatif seperti fakta hewan, sains dasar, atau cerita dapat memicu minat belajar anak.
Bagi anak pemalu atau Autistic Spectrum Disorder (ASD), mainan AI dapat membantu memulai percakapan interpersonal.
AI dapat bercerita, memainkan skenario imajinasi, bahkan bernyanyi.
Mainan AI membuka babak baru dalam dunia bermain anak. Inovasi ini memberikan pengalaman bermain yang interaktif, edukatif, dan futuristik. Namun insiden seperti Kumma Bear menjadi contoh nyata bahwa teknologi tersebut belum sepenuhnya siap diterapkan tanpa pengawasan ketat.
Orang tua perlu memahami risiko dan memilih produk dengan fitur keamanan yang jelas.
Tidak semua mainan AI berbahaya — tetapi semuanya membutuhkan kehati-hatian.
Dengan pendekatan bijak, mainan AI bisa menjadi alat bantu bermain dan belajar yang menyenangkan — bukan ancaman.